Cerita Rakyat - Kerajaan Pajang adalah sebuah kerajaan
yang berpusat di Jawa Tengah sebagai kelanjutan Kerajaan Demak.
Kompleks keraton, yang sekarang tinggal batas-batas fondasinya saja,
berada di perbatasan Kelurahan Pajang, Kota Surakarta (Solo) dan Desa
Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo.
Pada tahun 1582 meletus perang
Pajang dan Mataram karena Sutawijaya membela adik iparnya, yakni
Tumenggung Mayang, yang dihukum buang
ke Semarang oleh Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir.
Perang itu dimenangkan pihak Mataram meskipun pasukan Pajang
jumlahnya lebih besar.
Sepulang dari perang, Hadiwijaya
jatuh sakit dan meninggal dunia. Terjadi persaingan antara putra dan
menantunya, yaitu Pangeran Benawa dan Arya Pangiri sebagai raja
selanjutnya. Arya Pangiri adalah adipati Demak yang berhasil menjadi
raja kedua Kesulatanan Pajang atas dukungan Panembahan Kudus yang diyakini
sebagai Sunan Kudus, yang memerintah tahun 1583-1586 bergelar Sultan
Ngawantipura.
Arya Pangiri adalah
putra Sunan Prawoto raja keempat Demak, yang tewas dibunuh Arya
Penangsang tahun 1549. Ia kemudian diasuh bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat
di Jepara.
Setelah dewasa, Arya Pangiri
dinikahkan dengan Ratu Pembayun, putri tertua Sultan
Hadiwijaya dan dijadikan sebagai bupati Demak.
Selaku sultan, Arya Pangiri
berlaku tidak adil terhadap penduduk asli Pajang. Ia mendatangkan
orang-orang Demak untuk menggeser kedudukan para pejabat Pajang.
Bahkan, rakyat Pajang juga tersisih oleh kedatangan
penduduk Demak. Akibatnya, banyak warga Pajang yang berubah
menjadi perampok karena kehilangan mata pencaharian. Sebagian lagi pindah ke
Jipang mengabdi pada Pangeran Benawa.
Pemerintahan Arya
Pangiri hanya disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram.
Kehidupan rakyat Pajang terabaikan. Hal itu membuat Pangeran Benawa yang
sudah tersingkir ke Jipang, merasa prihatin.
Ayah dari Arya Penangsang
adalah Raden Kikin atau sering disebut sebagai Pangeran Sekar,
putra Raden Patah raja Demak pertama. Ibu Raden Kikin adalah putri bupati
Jipang sehingga ia bisa mewarisi kedudukan kakeknya. Selain itu Arya Penangsang
juga memiliki saudara lain ibu bernama Arya Mataram.
Pada tahun 1521 anak pertama
Raden Patah yang bernama Adipati Kudus (orang Portugis
menyebutnya Pate Unus, dikenal juga sebagai Pangeran Sabrang Lor
karena melakukan penyerangan ke Malaka yang dikuasai Portugis) gugur dalam
perang. Kedua adiknya, yaitu Raden Kikin dan Raden Trenggana, malah berebut
takhta. Raden Mukmin atau yang disebut juga sebagai Sunan Prawoto (putra
pertama Raden Trenggana) membunuh Raden Kikin sepulang salat Jumat di
tepi sungai dengan menggunakan keris Kyai Setan Kober yang dicurinya
dari Sunan Kudus. Sejak itu, Raden Kikin terkenal dengan
sebutan Pangeran Sekar Seda ing Lepen (”Bunga yang gugur di sungai”).
Kisah Arya Penangsang mengamuk
dan menantang Hadiwijaya. Hadiwijaya tidak meladeninya dan membuat sayembara.
Ki Ageng Pemanahan (Ki Ageng Mataram) mengikuti sayembara dan berhasil menumpas
Arya Penangsang dengan bantuan Ki Penjawi dan Juru Martani serta putranya.
Sejak itu,Pajang menjadi kerajaan berdaulat di mana Demak sebagai
bawahannya.
Pada buku Panembahan Senapati
karya Gamal Kamandoko dibeberkan secara rinci sepak terjang Pajang beserta
Sultan Hadiwijaya, Arya Penangsang, dan Arya Pangiri dan Panembahan Senapati
beserta Ki Ageng Mataram, Ki Penjawi, dan Ki Juru Martani.
Arya Penangsang dan Arya Pangiri
merupakan trah dekat Demak/Raden Patah meskipun juga trah Raden Wijaya.
Sementara Hadiwijaya dan Sutawijaya merupakan trah jauh Raden Wijaya.
Dari kisah di atas, menurut
analisis saya, Arya Penangsang dendam karena ayahnya dibunuh oleh adiknya,
yakni Sunan Prawoto dalam perebutan tahta Demak. Bila kemudian menurut sejarah
versi Babad/Mataram, Arya Penangsang dicap sebagai orang yang jahat, tentu
itulah yang namanya sejarah. Karena sejarah memiliki dua sisi, yaitu sisi
pahlawan dan sisi pengkhianat/penjajah, tergantung siapa yang membuatnya. Atau
bisa juga memakai dikotomi pihak yang satu me-liyan-kan pihak yang lainnya
sebagaimana diungkapkan oleh NB. Atmadja dalam bukunya Genealogi Keruntuhan
Majapahit.
Kemudian mengenai Arya Pangiri
yang didukung oleh Sunan Kudus yang Islam putihan. Meskipun Arya Pangiri adalah
putra Sunan Prawoto yang membunuh kakaknya sendiri, yakni Raden Kikin alias
ayah Arya Penangsang. Sama halnya dengan Arya Penangsang yang di-liyan-kan,
Arya Pangiri pun di-liyan-kan oleh Benawa dan Sutawijaya yang beraliran Islam
abangan.
Menurut analisis saya, ada nuansa
penyingkiran terhadap penganut Islam putihan oleh Islam abangan. Arya
Penangsang juga sangat mungkin menganut Islam putihan karena pewaris Raden
Patah. Arya Pangiri didukung oleh Sunan Kudus yang menganut Islam putihan.
Pajang pun kemudian runtuh pasca
Arya Pangiri dan diteruskan oleh Mataram yang lebih condong ke Islam abangan
ketimbang putihan dengan dukungan Sunan Kalijaga. Kala itu Sunan Kalijaga yang
berdakwah ala Islam abangan sudah menjadi sesepuh dan mendominasi perpolitikan
Mataram.
Walaupun pada akhir hidupnya,
Sunan Kalijaga sadar dengan menganut Islam putihan. Hal itu diketahui dengan
diketemukannya karya Sunan Kalijaga berupa kitab Suluk Linglung. Kitab tersebut
menguraikan perihal Islam putihan. Sementara Islam abangan dipakai untuk
berdakwah kepada masyarakat Jawa yang masih kental dengan agama Hindu, Buddha,
dan Animisme-nya.
Memang tak bisa disalahkan bila
penulis menulis novel sejarah sedemkian rupa. Karena memang genrenya novel
sehingga pasti dibumbui yang bukan sejarah, meskipun masuk dalam katgori novel
sejarah. Begitu pula dengan kitab Babad yang ditulis menurut versinya
sendiri.
Oleh karenanya kita pembaca harus
pandai-pandai memilah dan memilih mana yang sejarah, mana yang mitos, mana yang
legenda, dan mana yang dongeng. Jangan mencampuradukkannya. Karena sejarah
adalah sejarah, mitos adalah mitos, legenda adalah legenda, dan dongeng adalah
dongeng.
Bagaimana pun sejarah Jawa juga
selalu menarik untuk dikaji-teliti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar